Berdasarkan cerita rakyat, pada sekitar abad XVII tersebutlah tiga
orang pengelana yang masing-masing bernama Kyai Kolodete, Kyai Karim dan Kyai
Walik, mulai merintis suatu pemukiman di Wonosobo.
Selanjutnya Kyai
Kolodete berada di dataran tinggi Dieng, Kyai Karim berada di daerah Kalibeber
dan Kyai Walik berada di sekitar Kota Wonosobo sekarang ini. Sejak saat itu
daerah didaerah ini mulai berkembang, tiga orang tokoh tersebut dianggap
sebagai "cikal bakal" dari masyarakat Wonosobo yang dikenal sekarang
ini. Makin lama daerah ini semakin berkembang, sehingga semakin ramai.
Dikemudian hari dikenal beberapa nama tokoh penguasa daerah Wonosobo yang pusat
pemerintahannya diSelomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta di
Pacekelan Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan k eLedok atau Plobangan saat
ini.Salah seorang cucu Kyai Karim juga disebut sebagai salah seorang penguasa di Wonosobo. Cucu Kyai Karim tersebut dikenal sebagai Ki Singowedono yang telah mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini, namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen.
Pada Awal abad
XVIII agama Islam sudah mulai berkembang luas didaerah Wonosobo. Seorang tokoh
penyebar agama Islam yang sangat terkenal masa itu adalah Kyai Asmarasufi yang
dikenal pula sebagai menantu Ki Wiroduta salah seorang penguasa Wonosobo. Kyai
Asmarasufi pendiri masjid Dukuh Bendosari dipercaya sebagai "Cikal
Bakal" atau tokoh yang kemudian menurunkan para ulama islam dan pemilik
Pondok Pesantren terkenal yang ada di Wonosobo pada masa berikutnya seperti
Kyai Ali Bendosari, Kyai Sukur Soleh, Kyai Mansur Krakal, Kyai Abdulfatah
Tegalgot, Kyai Soleh Pencil, Kyai As'ari, Kyai Abdulfakih, Kyal Muntaha dan
Kyai Hasbullah. Selanjutnya pada masa antara tahun 1825 s/d 1830 atau tepatnya
pada masa perang Pangeran Diponegoro, Wonosobo merupakan salah satu medan
pertempuran yang penting dan bersejarah yang juga merupakan salah satu basis
pertahanan pasukan pendukung Pangeran Diponegoro, dengan kondisi alam yang
menguntungkan serta dukungan masyarakat yang sangat besar terhadap perjuangan
Pangeran Diponegoro. Sebagai contoh adalah medan-medan pertempuran seperti
Gowong, Ledok, Sapuran, Plunjaran, Kertek, dan sebagainy. Disamping itu dikenal
pula beberapa tokoh penting di Wonosobo yang mendukung perjuangan Pangeran
Diponegoro dalam melawan kekuasaan kolonil Belanda. Tokoh-tokoh tersebut antara
lain adalah Imam Musbach atau dikemudian hari dikenal dengan nama Tumenggung
Kerto Sinuwun, Mas Lurah atau Tumenggung Mangunnegaran, Gajah Permodo dan Ki
Muhamad Ngarpah. Ki Muhamad Ngarpah adalah salah seorang tokoh penting yang
mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro di Wonosobo.
Perjuangan Muhamad
Ngarpah tidak terbatas didaerah Wonosobo saja melainkan di daerah Purworejo,
Magelang, Klaten dsb. Akan tetapi keberadaan beliau sangat penting dalam
sejarah Wonosobo. Muhamad Ngarpah bersama-sama Mulyosentiko memimpin pasukan
pendukung Pangeran Diponegoro menghadang pasukan belanda di Logorok dekat
Pisangan Yogyakarta.
Dalam pertempuran
di Logorok tersebut ki Muhamad Ngarpah bersama-sama Ki Mulyosentiko beserta
pasukannya berhasil menewaskan ratusan tentara belanda termasuk 40 orang
tentara Eropa. Disamping itu berhasil pula mengambil "Emas Lantakan"
senilai 28.000 gulden pada saat itu. Pada pencegatan di Logorok ini Belanda
mengalami kekalahan, sehingga hanya beberapa orang serdadu yang dapat melarikan
diri.
Menurut catatan
sejarah, kemenangan Muhamad Ngarpah serta para pendukungnya itu adalah
merupakan "Kemenangan Pertama" pasukan pendukung Pangeran diponegoro.
Maka berdasarkan "keberhasilan" itu Pangeran Diponegoro memberi nama Setjonegoro kepada Muhamad
Ngarpah dan nama Kertonegoro
kepada Mulyosentiko. Selanjutnya Setjonegoro diangkat sebagai penguasa Ledok
dengan gelar Tumenggung
Setjonegoro. Pada masa-masa berikutnya Setjonegoro terus aktif
mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, bersama-sama dengan tokoh-tokoh
pendukung Pangeran Diponegoro lainnya seperti Ki Muhamad Bahrawi atau Muhamad
Ngusman Libasah, Muhamad Salim, Ngabdul Latip dan Kyai Ngabdul Radap.
Dalam pertempuran
di Ledok dan sekitarnya Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 1.000 orang prajurit
yang dipimpin oleh Mas Tumenggung Joponawang untuk menghadapi serbuan Belanda.
Tumenggung Seconegoro juga pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk
mengepung benteng Belanda di Bagelan. Dalam pertempuran dengan Belanda didaerah
Kedu mengakibatkan terbunuhnya pemimpin pasukan Belanda Letnan de Bruijn.
Selain itu Setjonegoro dan Kertonegoro juga terlibat dalam pertempuran di
daerah Delanggu, mereka memimpin pasukan di daerah Landur untuk menghadang
pasukan Belanda yang datang dari Klaten.
Eksistensi
kekuasaan Setjonegoro didaerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai
sumber termasuk laporan Belanda yang dibuat setelah perang Diponegoro selesai.
Disebutkan pula bahwa Setjonegoro adalah Bupati yang memindahkan pusat
kekuasaan dari Selomerto ke kawasan Kota Wonosobo sekarang ini.
Dari hasil seminar
hari jadi Kabupaten Wonosobo tanggal 28 April 1994 yang dihadiri oleh Tim
Peneliti Hari Jadi Kabupaten Wonosobo dan Fakultas Sastra Universitas Gajah
Mada, Muspida, Sesepuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta,
Semarang dan Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta Instansi di
Tingkat II Wonosobo, maka hari Jadi Kabupaten Wonosobo jatuh pada tanggal 24
Juli 1825, dan ini bahkan telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA)
dalam sidang pleno DPRD II Wonosobo tanggal 11 Juli 1994.
Dipilihnya tanggal
tersebut adalah erat hubungannya dengan peristiwa "Kemenangan
Pertama" pasukan pendukung Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Muhamad
Ngarpah atau Tumenggung Setjonegoro di Logorok. Walaupun serangan yang berhasil
itu tidak terjadi di wilayah Wonosobo, akan tetapi peristiwa itulah yang
mengangkat karier Muhamad Ngarpah sehingga diangkat sebagai penguasa Ledok
dengan gelar Tumenggung Setjonegoro.
(dari Berbagai Sumber)
(dari Berbagai Sumber)